Dunia perhotelan saat ini mulai menjamur, baik itu hotel kelas melati maupun hotel berbintang lima. Di Jakarta sendiri saat ini pertumbuhan hotel mencapai rata 10% dari pertumbuhan tahun kemarin. Dengan membaiknya pertumbuhan ekonomi Indonesia, di perkirakan tingkat hunian atau kedatangan para wisatawan baik yang ingin berlibur atau berbisnis di Jakarta semakin bertambah. Itulah tampaknya yang menyebabkan banyak para investor yang mendorong jaringan bisnis hotelnya.
Namun, dari semua hingar bingar pertumbuhan hotel tersebut, terselip sebuah pekerjaan ayng bisa di sebut sebagai ujung tombak dari gemerlap nya hotel-hotel di Jakarta. Orang biasa mengenal pekerjaan ini dengan kata “housekeeping”. Housekeeping sendiri berasal dari kata house yang artinya rumah, gedung, wisma atau hotel. Keeping sendiri artinya merawat, menjaga dan memelihara. Oleh sebab itu housekeeping bisa juga di sebut dengan “tata graha”.
Tugas atau tanggung jawab dari housekeeping ini adalah merawat, menjaga dan memelihara kelangsungan kebersihan hotel. Mulai dari kamar hotel, restoran, meeting room, public area, laundry dll. Tidak heran kalau biasanya dalam sebuah hotel, para pekerja housekeeping memiliki jumlah pekerja yang banyak daripada departemen lainnya.
Walau bisa di sebut sebagai pekerjaan rendahan, namun housekeeping adalah sebuah pekerjaan yang dapat menjadi ujung tombak kelangsungan kebersihan dan kenyamanan sebuah hotel.
Malam itu, hari sabtu sekitar pukul 11.30 malam di sebuah hotel di Jakarta barat, iseng-iseng saya mengobrol dengar seorang housekeeper. Heru (27), nama seorang housekeeper di hotel ini. Kami tak henti-hentinya mengobrol sampai tak terasa jam sudah menunjukkan pukul 12.00 malam yang artinya saya harus mengantarkan teman saya yang bekerja sebagai terapis di hotel ini untuk pulang. Heru berasal dari indramayu, tepatnya di daerah kandang haur yang jaraknya kira-kira 30 km dari kediaman saya di kampung yang sama-sama juga berada di daerah kabupaten Indramayu. Heru datang ke Jakarta sekitar 3 tahun yang lalu. Dia meninggalkan istri dan anaknya yang tinggal di kampung untuk mencari pekerjaan di Jakarta. Awal kedatangan heru ke Jakarta adalah atas ajakan temannya yang sudah dahulu tinggal dan bekerja di jakarta. Menurut ceritanya, sangat sulit untuk mencari pekerjaan di kampung halaman. Lahan persawahan semakin sempit dan lapangan pekerjaanpun tak ada, maka dengan tekad bulatlah ia memberanikan diri untuk datang ke Jakarta dan meninggalkan keluarganya di kampung. Saat pertama kali ia datang ke Jakarta, ia bekerja sebagai waitres di salah satu tempat karoke keluarga yang ada di bilangan kelapa gading Jakarta. Setelah hampir setahun bekerja di tempat karoke itu, ia pun pindah ke hotel yang ada di bilangan glodok ini sebagai housekeeping. Di Jakarta, ia tinggal menyewa sebuah kamar kos bersama teman-temannya yang berukuran cukup lumayan besar yaitu berukuran 4x3m dan berharga 300 ribu per bulan. Walau hanya di balut dengan triplex, kamar kos heru cukup nyaman menjadi tempat pelepas lelah di kala sehabis pulang kerja. Kosan heru tidak jauh dari hotel dimana ia bekerja, “Untuk menghemat ongkos naik angkot, kan kalau ambil kos jauh uang gaji bisa habis buat angkot, di tambah lagi takut ntar masuk kerja nya telat” kata heru. Dalam kamar kos tersebut di isi oleh 4 orang yang sama-sama bekerja di hotel tempat dimana heru bekerja. Keluh kesah bekerja sebagai housekeeping dan hidup di Jakarta sangat ia rasakan. Dengan pekerjaan sebagai housekeeping yang bergaji pas-pasan untuk hidup di Jakarta, ia mesti membagi penghasilannya untuk di kirim ke kampung halaman sebagai biaya hidup istri dan anaknya yang ia tinggalkan di kampung dan pula untuk biaya hidupnya di Jakarta. Namun beruntung, walau gajinya pas-pasan, sering kali ia mendapatkan uang lebih dari tip para tamu maupun dari para pekerja lain yang meminta ia untuk membelikan sesuatu. “lumayan lah mas, 10 sampai 20 mah dapet, buat uang roko mas” katanya.
Di balik semua keluh kesah itu, heru masih bisa bersyukur di berikan kebahagian yaitu berupa teman-teman yang sehidup sependeritaan dengannya dalam mengarungi kehidupan di Jakarta dan bekerja di hotel ini. Terlihat jelas memang, walaupun hidup pas-pasan di rantau, saya dapat melihat canda gurau teman-temannya yang kala itu sedang ada di samping kita juga. “walau hidup susah dibawa senang saja mas, kalau dipikirin terus malah bikin stress” ucap salah seorang temannya heru.
Kerja di tempat seperti heru sangatlah membutuhkan mental dan fisik yang mesti kuat. Tatkala orang sedang asik di rumah menonton tv atau tertidur lelap, heru harus bekerja dan bertanggung jawab terhadap kebersihan dan kenyamaan club dan tempat karoke agar para tamu atau para clubber nyaman datang dan menikmati. Kebetulan dalam hotel ini heru di tempatkan di bagian club malam dan karoke malam hotel, yang mau tidak mau heru kebagian masuk kerja di malam hari. Sedikit saja ada kesalahan atau complain dari para tamu yang datang, bisa-bisa heru kena peringatan oleh atasannya. “Kerja di tempat kaya gini seh harus tahan banting mas, apalagi godaannya banyak, itu salah satunya” katanya sambil menunjuk ke seorang hostes wanita yang datang bersama seorang bapak-bapak. “Belum lagi di tambah dengan dengan kehidupan malam yang menyilaukan, kalau gak waspada dan hati-hati, kita bisa terjerumus mas” tambah heru kepada saya.
Itu lah seorang heru yang bisa menerima keadaan. Karena sangat susahnya mencari pekerjaan di negeri ini, membuatnya harus mengorbankan keluarganya untuk di tinggal merantau. Namun, saya sangat yakin dan percaya, di balik semua keadaan yang di berikan oleh tuhan, baik itu senang, susah, bahagia, sukses, gagal dan macam lainnya memiliki rahasia yang tak pernah di ketahui oleh manusia. Pencipta punya rahasia dan pencipta bisa mengubah segalanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar